WWW.Rindu_any.COM

Rinduany (TKJ)

WELCOME TO MY HOME PAGE Puisiku (TKJ) SMK ISLAM 1 DURENAN/TRENGGALEK

Tak ada kemenangan Tanpa kekuatan Tak ada kekuatan Tanpa persatuan

Karyaku

-->
“SELAMAT JALAN SOBAT”

Disuatu desa yang dekat dengan pegunungan dan mata air tinggalah sepasaang sahabat. Mereka adalah gadis kecil yang lugu, mereka bernama Laili dan Sinta. Kedua orang tua mereka juga bersahabat sejak kecil. Banyak sekali pengalaman-pengalaman baru yang mereka alami bersama.
          Suatu malam bu Ani ibu Laili bercerita kepada laili dan sinta. Kata bu Ani, dulu ayah sinta adalah sahabat kecil bu Ani sampai pada akhirnya mereka berpisah karena ayah Sinta harus ikut kedua orang tuanya yaitu kakek dan nenek Sinta. Namun ketika umur mereka sudah dewasa mereka bertemu lagi dan pada akhirnya bu Ani menikah dengan sahabatnya Ayah Sinta,  begitu pula ayah Sinta menikah dengan sahabatnya bu Ani. Oleh karena itu , kedua orang tua Laili dan Sinta juga sudah bersahabat sejak dari kandungan.
Pagi hari seperti biasa Laili dan Sinta berangkat sekolah bersama.

“nggak nyangka ya Sin ternyata kedua orang tua kita juga bersahabat sejak kecil”, kata Laili.
“ iya, ya Laili, semoga persahabatan kita nanti sama seperti kedua orang tua kita, sampaaai tua, bukankah begitu Lail,” jawab Sinta. “ya, tentu! Kita kan bersahabat sejak dalam kandungan jadi sampai akhir hayat nanti kita kita tetap sahabat”, sahut Laili.

          Hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun mereka semakin dekat. Banyak sekali cerita-cerita lucu, menarik dan pengalaman-pengalaman yang tak terlupakan dimasa kecil mereka yang mereka lalui semasa mereka masih kecil. Berbagai cerita dan pengalaman itu mereka alami saat mereka masih kecil dulu Laili dan Sinta Sering sekali bermain bersama di salah satu sumber air di lereng gunung dekat rumah mereka.
           
Suatu hari Laili dan Sinta beserta teman sekolah mereka pergi bermain bersama, ketika itu mereka menunggu teman mereka yang belum datang.

“Ah, mana Febri kenapa dia lama sekali sedangkan hari makin siang dan  makin panas, baiknya kita tinggalkan saja dia!” kata Eva.
“jangan! Kita tunggu sebentar lagi mungkin dia ada sedikit masalah”, “jawab Sinta.
“iya, betul kata Laili!
“Jika kita ingin bersenang-senang bersama hendaknya kita tunggu Febri, agar nantinya ia tidak kecewa dengan kita, kalau kita meninggalkannya sebentar lagi pasti datang”, sahut Laili.

          Tidak lama kemudian Febri datang dan dia juga minta maaf kepada teman-temannya karena dia terlambat datang. Merekapun berangkat bermain bersama. Sambil mereka bermain bersama, Laili dan Sinta juga memberi tahukan kepada teman-temannya yang lain betapa pentingnya dan berarti sahabat bagi kita. Mereka menjelaskan hidup kita akan hampa dan tak berwarna tanpa sosok sahabat, karena sahabatlah yang membawakan berjuta senyum untuk kita.

          “ya....! begitulah kehidupan sepasang yaitu Laili dan Sinta. Bisa disimpulkan mereka adalah sepasang sahabat sejati yang saling mengerti tolong-menolong. Persahabatan mereka telah menarik perhatian orang lain, dan membuat oang lain itu ingin mempunyai persahabatan seperti mereka. Tak terasa 6 tahun mereka duduk di bangku SD pada akhirnya mereka lulus SD dan masuk ke SMP.
          Namun sayang Laili dan Sinta tak masuk dalam sekolah yang sama, tapi itu semua tak membuat persahabatan mereka jadi renggang meskipun mereka mendapatkan teman-teman baru.
Selang beberapa bulan kemudian Laili sering sekali sakit-sakitan dia sering sekali tidak masuk sekolah dan masuk rumah sakit, kedua orang tuanya sangat khawatir akan keadaan Laili, begitu pula dengan Sinta sahabat Laili dari kecil. Dia amat khawatir akan keadaan sahabatnya, karena sebelumnya Laili adalah gadis sehat tak pernah ia sakit seperti ini, ternyata Laili menderita komplikasi. Namun Sinta tak tahu penyakit apa yang diderita sahabatnya, hanya kedua orang tua Laili yang tahu hal ini.
          Suatu hari saat Laili bersama dengan Sinta tiba-tiba dari hidung Laili keluar darah, kepalanya pusing karena tak tahan menahan rasa sakitnya Laili pun jatuh pingsan di pangkuan sahabatnya, Sinta. Sinta yang melihat Laili pingsan dan tak berdaya dia sangat panik dan khawatir.

“ibu-ibu... tolong aku! Laili pingsan!” teriak Sinta pada ibunya.

          Ibu Sinta yang medengar teriakkan anaknya sangat terkejut dan langsung membawa Laili ke rumah sakit dan memberi tahu kepada ibu Laili bahwa Laili jatuh pingsan dan di bawa kerumah sakit.
          Selang beberapa hari kemudian setelah kejadian itu Laili berhenti sekolah karena kondisi tubuhnya yang sering sakit-sakitan. Sinta sering sekali melihat Laili merasa pusing, keluar darah dari hidungnya bahkan Laili juga mengeluarkan darah dari mulutnya saat dia batuk.

“sebenarnya sakit apa yang kau derita Lail?” Tanya Sinta.
 “ tak tahu lah orang tuaku merahasiakan itu dariku, gak nyangka keadaanku sekarang seperti ini, aku merasakan sakit yang luar biasa pada bagian kepala dan rongga dadaku”. Jawab Laili.
“bersabarlah sobat kamu pasti sembuh, dan kita bisa bersenang-senang bersama-sama seperti dulu”. Jawab Sinta.

Sebenarnya mereka merindukan masa-masa kecil mereka yang penuh dengan canda tawa. Kini kehidupan mereka berubah, kehidupan yang canda tawa dulu seakan-akan telah hilang digantikan oleh kehidupan yang penuh hisap tangis, yang penuh dengan kegelisahan. Bahkan kini hidup Laili sangat bergantung pada butir-butiran kecil yang pahit.
Laili yang dulunya selalu berada di samping Sinta kini dia sering pergi meninggalkan Sinta untuk menyambung hidupnya. Hidup Sinta tanpa Laili rasanya sangat sepi bagai malam tanpa bulan dan bintang yang selalu menyimpan kegelapan. Kini Sinta hanya bisa berdo’a agar sahabatnya bisa lekas sembuh dan segera kembali berada disampingnya selalu.
          Setiap ingat akan masa kecilnya Sinta selalu menangis, ia merindukan sahabatnya, ibunya yang mengetahui kegelisahan anaknya menghampirinya dan menasehatinya serta menghiburnya. Ibu Sinta menyuruh Sinta agar segera menelfon ibu Laili agar tahu bagaimana keadaan Laili sekarang. Tanpa berfikir lama-lama Sinta langsung menghubungi ibu Laili dan menanyakan apa gerangan sakit yang dideritanya dan bagaimana keadaannya sekarang. Akhirnya ibu Laili memberi tahu kepada Sinta bahwa Laili menderita komplikasi dan kondisi Laili belum juga membaik. Mendengar berita itu betapa terkejutnya Sinta mengetahui bahwa orang yang dia sayang sedang berjuang untuk hidup.
Hari demi hari Sinta selalu menunggu kedatangan sehabatnya, dia amat rindu dengan Laili sahabatnya. Di dalam hari kecilnya Sinta ia selalu bertanya-tanya,

“kapankah kamu kembali sobat?”, kapan kamu hadir dan menemaniku seperti dulu?” aku sangat merindukanmu sobat!”

Sinta amat rindu padanya, hari-harinya sepi tanpa sahabatnya. Dia rindu akan senyum manis dari bibir Laili, bahkan dia takut kalau Laili tak

kan kembali karena di mata Sinta Laili lebih dari seorang sahabat bahkan saudara. Betapa berharganya Laili untuk kehidupan Sinta.
          Setelah selama 3 bulan Sinta menunggu akhirnya Laili dibawa pulang. Betapa bahagianya hati Sinta melihat sahabatnya dibawa pulang kembali. Sinta langsung pergi untuk menemui Laili,

“Laili sahabatku, bagaimana keadaanmu? Aku amat sangat merindukanmu!” “aku..aku... sangat khawatir padamu!” kata Sinta
“tenanglah Sinta, aku baik-baik saja. Aku juga sangat merindukanmu bahkan aku sempat takut kalau-kalau aku tak bisa bertemu dengan sahabatku!” jawab Laili.

Semenjak Laili kembali hati Sinta sedikit lega, setiap pulang sekolah Sinta selalu pergi kerumah Laili untuk menemani Laili. Sinta selalu memberikan semangat kepada sahabatnya, namun Laili dia selalu merasa hanya menjadi beban kedua orang tuanya dan orang-orang disekelilingnya yang menyayanginya.
Sekarang Laili hanya bisa berharap yang terbaik untuk hidupnya. Agar Laili tidak merasa jenuh dirumah sesekali Sinta mengajak Laili ke beberapa tempat yang dulunya sering mereka jadikan tempat bermain. Selain itu meskipun Laili sudah tidak sekolah lagi namun Sinta tetap mengajak Laili untuk belajar bersama. Sedikit demi sedikit mereka meskipun keadaan sekarang tak sebaik dulu.
          Suatu hari saat mereka pergi ke tempat meraka bermain saat kecil. Mereka berdua merenungi semua hal-hal yang terjadi pada mereka.
Mereka takut persahabatan yang mereka jalani sejak kecil akan terbelengkai karena penyakit yang diderita Laili. Laili takut akan meninggalkan sahabat sejatinya.

“Jika nanti aku pergi entah kembali atau tidak akankah kau selalu mengingatku Sinta? Aku takut dengan semua yang aku alami sekarang ini, tapi aku akan selalu tinggal di hatimu!” kata Laili,
“bicara apa kau ini, ingat ya Lail kita berdua akan selali bersama, seperti orang tua kita, jadi kamu jangan berbicara seperti itu.” Jawab Sinta
.
Kemudian Laili melepaskan sebuah cincin dan diberikannya cincin itu untuk Sinta, cincin itu diberikan kepada Sinta agar Sinta selalu mengingatnya. Laili berpesan pada Sinta jika nanti dia pergi cincin inilah yang akan menggantikannya. Pada cincin itu tertulislah angka 926, yang berarti sejak 9 bulan dalam kandungan 2 gadis kecil telah menjadi sahabat dan mereka punya 6 janji yang sama untuk masing-masing cincin itu sengaja dibuat Laili untuk Sinta, tapi Sinta tidak bisa menerima cincin itu dengan senyuman melainkan dengan tangisan. Kemudian didorongnya kursi roda yang saat ini menjadi pengganti kaki Laili. Laili pun diajak pulang dalam perjalanan Sinta selalu memberi dukungan dan semangat untuk Laili. Sinta yakin Laili pasti sembuh dan mereka ingin keadaan kembali seperti dulu.
          Kini Laili hanya terbaring lemah. 1 tahun lebih dia menderita oleh penyakitnya. Hari demi hari dia lalui, sekarang gadis yang berambut panjang, tebal dan bertubuh segar itu menjadi gadis yang bertubuh kering dan rambutnya pun semakin menipis.
 Melihat keadaan Laili sekarang orang tuanya sangat khawatir, kedua orang tuanya takut jika nanti anak satu-satunya yang mereka kasihi akan pergi meninggalkan mereka. Sekarang hari-hari Laili dia jalani di atas kursi roda karena untuk berjalanpun kaki Laili merasa lemah tak mampu menahan tubuh Laili. Laili ingin sekali berlarian seperti dulu, dia juga ingin kembali bersekolah.
Kini kemana-mana Sinta pergi tanpa Laili. Hingga ada salah satu teman Sinta bertanya kepadanya,

“kemanakah sahabat baikmu Sinta?”
 Sinta pun bercerita pada temannya itu bahwa “saat ini Laili sedang sakit. Sekarang dia melalui hari-harinya di atas kursi roda dan aku hanya menemaninya saat pulang sekolah saja.”

Semua yang terjadi pada Laili ia ceritakan pada temannya itu sampai-sampai temannya itu juga merasa kasihan pada Laili.

 “Bersabarlah Sinta, Laili pasti bisa sembuh kita doakan yang terbaik untuknya”, oh, iya nanti sepulang sekolah aku ingin ikut kamu menjenguk Laili, boleh kan??” Tanya temannya.
 “iya, tentu saja boleh Laili pasti senang kalau teman-temannya datang.” Jawab Sinta.

Kemudian pulang sekolah mereka bersama-sama pergi ke rumah Laili. Laili yang tahu kedua teman mereka datang dia langsung pergi keluar dari kamarnya, ia sangat senang. Mereka pun berbincang-bincang dan bercanda. Tak terasa hari sudah sore Sinta dan Eva, temannya, mereka harus segera pulang.

“Laili kami pulang dulu, besok kami datang kembali untuk menemanimu!” kata Sinta.
“iya, dan semoga lekas sembuh Laili”, sahut Eva.

Kemudian Laili menjawab

“terima kasih teman, aku akan menunggu kedatangan kalian esok.”
Semenjak itu mereka berdua selalu pergi kerumah Laili. Ternyata keadaan Laili semakin hari semakin memprihatinkan. Lagi-lagi sakit yang dideritanya membuat Laili harus terbaring di rumah sakit.
Kini bagi Laili rumah sakit menjadi rumah keduanya, dan semenjak itu pula Sinta selalu datang ke rumah sakit untuk mengetahui bagaimana keadaan sahabatnya. Dia juga sering mengeluh pada ibunya akan keadaan Laili. Kedua orang tua Sinta pun juga khawatir dengan keadaan Laili yang semakin memburuk, sesekali mereka juga datang menjenguk anak sahabat mereka.
          Suatu hari sinta harus ikut bersama ayah dan ibunya, dan dia harus pergi meninggalkan Laili. Dengan hati yang berat Sinta berpamitan pergi meninggalkan Laili, dia juga minta maaf pada Laili karena dia tak bisa menjadi sahabat yang baik untuk Laili, dia meninggalkan Laili saat Laili terbaring lemah dan membutuhkan kawan di sampingnya.
Namun Laili tak apa-apa, jika Sinta pergi meski harus melepaskan Sinta. Saat kepergiannya Sinta memberikan sebuah buku harian berwarna merah jambu untuk Laili, Sinta memberikan buku harian itu agar Laili menulis kejadian sehari-harinya saat Sinta tak di sampingnya.
Semenjak itu Laili menulis di buku harian itu, semua rasa rindu di tuangkan di buku harian itu. Hingga selang waktu Laili jatuh tak berdaya dan dia selalu menunggu sahabatnya datang karena dia ingin melepas kerinduannya. Merasa dirinya tak sanggup lagi dia menulis pesan terakhirnya untuk sahabatnya Sinta di buku hariannya dan Laili harus menutup mata dan menghembuskan nafas terakhirnya tanpa Sinta sahabat sejatinya di samping dia. Kedua orang tua alm. Laili tak memberi tahukan ini kepada Sinta.
          3 bulan kemudian setelah kematian Laili Sinta kembali ke tanah kelahirannya bertujuan melepas rindu bersama sahabatnya. Dia pun
langsung menuju ke rumah Laili, dia disambut orang tu alm. Laili tapi dia tak melihat kawannya keluar dari kamarnya.

“kemana Laili bu? Kenapa ia tak keluar dari kamarnya?” Tanya Sinta.

Namun bu Ani tak dapat menjawab, ibu dan ayah alm. Laili hanya bisa terdiam dengan mata berkaca-kaca,

“ada ap ini? Kenapa menangis? Apa yang sudah terjadi?” Tanya Sinta kembali.
“Pergilah ke kamar Laili dan kamu akan tahu apa yang sebenarnya terjadi nak?”
jawab ayah alm. Laili.

Sinta pun cepat-cepat masuk ke dalam kamar alm. Sahabatnya, tapi dia hanya keheranan mengapa kamar sehabatnya terselimuti kain putih? Dan semua foto sahabatnya dan dirinya semua terpajang dan dia juga melihat buku harianya merah jambu yang dulu pernah ia berikan. Diambil dan dibacanya buku harian itu. Dia amat hancur harinya dengan hisap tangis, ia membacanya dan mengetahui betapa rindunya sahabatnya dengan dirinya. Di halaman terakhir ia membaca sebuah tulisan yang tertata rapi : di bacanya tulisan itu!
“aku sangat merindukanmu sobat, maafkan aku tak bisa menemanimu kembali, aku tak kuasa menahan rasa sakit ini. Ingatlah aku sobat jagalah cincin yang pernah ku berikan untukmu. Jika malam tiba aku akan menjadi bintang untukmu, aku akan selalu di sisimu untuk kawanku Sinta
    Dari sahabatmu Laili
Itu isi pesannya, setelah membacanya Sinta keluar kamar dengan membawa buku harian itu dan foto mereka berdua. Sinta tidak percaya sahabatnya, sahabat yang dia kasihi telah pergi darinya, ayah dan ibu Laili melihat Sinta yang menangis langsung memeluknya bak anak sendiri. Mereka pun mengantarkan ke pemakaman alm. Laili dan meninggalkan sendiri.
          Di makam alm. Laili Sinta hanya bisa duduk tersipu, menangis
“selamat jalan sobat, aku akan selalu merindukanmu. Maafkan aku karena tak ada yang mendampingimu”.kata Sinta.

Sekarang hidup Sinta sepi tanpa sahabatnya. Dia pergi ke tempat bermainnya dulu untuk mengenang sahabatnya. Karena bagi Sinta Laili sahabat terbaiknya yang akan tetap hidup di dalam hatinya. Kini setiap malam Sinta hanya meratap langit berharap sahabatnya melihatnya dan selalu mengenangnya

pengarang CERPEN ALVI
OLEH RINDU_ANY/www.fighteronepi.com